Sejarah Desa Pedekik Sejarah Desa Pedekik Secara umum setiap desa pasti mempunyai sejarah. Baik itu sejarah tentang terbentuknya pemerintahan desa, sejarah asal-usul nama desa, atau pun sejarah mengenai legenda desa. Begitu juga dengan desa-desa yang sudah ada sejak zaman penjajahan tentu memiliki cerita historis yang berhubungan dengan kisah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagaimana juga sejarah Desa Pedekik yang ada di Kabupaten Bengkalis ini. Sejarah desa Pedekik tidak terlepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia khususnya yang terjadi di Pulau Bengkalis. Terbukti dengan dibangunnya Tugu Monumen Perjuangan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis di Dusun I Pedekik Laut. Tugu Monumen Perjuangan Kabupaten Bengkalis Di Desa Pedekik Namun dalam tulisan ini kami tidak membahas sejarah desa dari sisi perjuangan melawan penjajah. Akan tetapi lebih kepada aspek sejarah asal usul nama Desa Pedekik. Untuk itu silahkan simak sejarah desa Pedekik yang berhasil kami rangkum berikut ini : Latar Belakang Terbentuknya Desa Pedekik Bermula dari sebuah keluarga Kyai yang datang merantau dari pulau Jawa ke pulau Bengkalis. Kyai tersebut bernama KH. Abdul Rasyid dan isterinya Mbah Jumilah. Beliau berasal dari daerah Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Kedatangannya ke pulau Bengkalis melalui jalur laut ditemani oleh adik iparnya yang bernama Nur. Setelah lama melakukan pelayaran tibalah sang Kyai di pulau Bengkalis. Konon kabarnya, keluarga ini datang dan menetap pertama kali di desa Meskom. Hal ini bisa di buktikan dengan pernyataan yang bersumber dari keturunan K.H. Muhammad Ihsan dan tokoh masyarakat desa Meskom, bahwa H. Muh. Ihsan, anak dari K.H. Abdul Rasyid lahir di suatu tempat yang dikenal dengan sebutan “kelapa cabang” ( Daerah “Semokoi”, sekarang dusun Simpang Merpati), desa Meskom. Layaknya sebagai pendatang baru di perantauan, KH. Abdul Rasyid dan keluarga belum memiliki lahan dan tempat tinggal. Ia masih menumpang di kediaman warga desa Meskom. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, KH. Abdul Rasyid melakukan pekerjaan seperti halnya orang kampung pada umumnya. Sedangkan isterinya, Mbah Jumilah, berdagang sayuran keliling kampung, dari pintu ke pintu, rumah ke rumah, masuk kampung keluar kampung. Sehingga tidak jarang ia berjalan kaki menjajakan dagangannya sampai ke Desa Pangkalan Batang, Kelapapati dan sampai ke Kota Bengkalis. Makam KHA. Rasyid Muhammad Ihsan kecil, sering ditinggal oleh ibunya berjualan dari pagi hingga sore. Sebagai anak kecil ia sering menangis karena ditinggal kedua orang tuanya mencari nafkah. Namun tetangga-tetangganya selalu membantu untuk menjaga Haji Muhammad Ihsan kecil. Sehingga dengan keakraban ini Mbah KHA. Rasyid yang semula tidak punya saudara di perantauan, menganggap tetangga-tetangga dan masyarakat yang membantunya seperti saudara kandungnya sendiri. Bahkan hubungan persaudaran ini terjalin sampai kepada anak cucu keturunan Mbah Kyai Haji Abdul Rasyid. Konon pada masa itu, di perbatasan desa Pangkalan Batang dan Kelapapati, tepatnya di sungai Pedekik sekarang, terdapat sebuah keluarga etnis cina yang bernama Kek. Cina Kek ini memiliki kedai yang menjual kebutuhan sehari-hari yang cukup besar. Bisa dikatakan kedai ini merupakan pusat berbelanja orang-orang dari beberapa kampung seperti Kalapapati, Pangkalan Batang, Sebauk dan sekitarnya. Sementara itu, lokasi di sekitar kediaman Cina Kek tersebut, yakni sepanjang alur anak sungai menuju ke darat (hulu), yang masa itu termasuk kedalam wilayah desa Kelapapati, masih berupa hutan belantara yang terkesan angker dan belum di miliki oleh siapapun. Seiring berjalannya waktu, bebarapa tahun berdomisili di Meskom dan menjalani aktifitas sosialnya sehari-hari, KHA. Abdul Rasyid ingin hidup lebih mandiri dengan memiliki tempat bermukim dan lahan untuk kebutuhannya mencari nafkah. Bertepatan dengan kondisi hutan yang masih belum dimiliki oleh siapapun di sekitar kedai Cina Kek tersebut, maka muncul keinginanya untuk merintis dan membuka hutan tersebut menjadi lahan yang bisa dimanfaatkan. Beberapa waktu kemudian, setelah KHA. Rasyid dan keluarga pindah berdomisili ke Desa Kelapapati, beliau ingin merealisasikan rencananya untuk membuka hutan tersebut. Dan berusaha meminta izin kepada pemerintah setempat yang berwenang sekaligus mengajak masyarakat yang dekat di sekitar lokasi hutan untuk bekerjasama. Namun karena melihat kondisi hutan yang cukup lebat dan terkesan mengerikan, banyak diantara mereka yang seolah tidak percaya atas ide tersebut. Bahkan menurut kisah yang berhasil kami peroleh, sebagian masyarakat Desa Pangkalan Batang menantangnya dengan pernyataan ; ‘Jika Beliau berhasil membuka hutan tersebut maka mereka akan berguru kepadanya.’ Walaupun tidak mendapat dukungan dari penduduk asli tempatan, KHA. Rasyid tetap berkeinginan kuat untuk merintis hutan tersebut. Beliau mengajak masyarakat yang lainnya yang kebetulan punya latar belakang sama. Yakni sama-sama pendatang dan keturunan etnis Jawa yang juga merantau ke Pulau Bengkalis. Beberapa keluarga tersebut kebanyakan masuk ke Bengkalis melalui negeri seberang Malaysia. Di antaranya H. Usman, H. Abbas, H. Abd Aziz dan beberapa orang yang lain. Belum ada informasi yang jelas tentang mana yang lebih dulu merantau ke Bengkalis. Apakah keluarga KHA. Rasyid atau keluarga etnis Jawa yang lainnya. Namun kebanyakan masyarakat meyakini, bahwa KHA. Rasyid lah yang menggagas untuk merintis dan memulai pembukaan hutan tersebut. Sebelum perintisan dimulai, KHA. Rasyid selaku penggagas ide, melakukan ‘Riyadloh’ atau tirakat dan memohon do’a kepada Allah SWT atas hajatnya ingin membuka hutan agar diberikan perlindungan, keberkahan, kebaikan dan keselamatan dari makhluk-makhluk penghuni hutan yang dianggap angker dan menakutkan oleh sebagian masyarakat selama ini. Baik yang berupa binatang buas ataupun makhluk lain yang tidak kasat mata seperti jin dan sejenisnya. Maka pada suatu malam, berangkatlah KHA. Rasyid ke hutan yang di maksud dengan membawa sebuah tongkat dan ditemani oleh anaknya Misbah (Nama Mbah Ihsan waktu kecil). Setelah sampai di suatu tempat, KHA. Rasyid berpesan kepada anaknya : “Jangan kamu bertanya tentang apapun yang kamu lihat nanti dan Jangan sekali-sekali menoleh ke arah belakang”. Setelah beliau berpesan begitu, maka KHA. Rasyid menancapkan tongkat nya ke tanah. Dan seketika itu juga suasana hutan menjadi terang dan mereka berdua menyaksikan berbagai macam binatang buas dan makhluk-makhluk yang bentuknya aneh dan mengerikan saling berlarian. Makhluk yang beragam bentuk menganehkan dan mengerikan itu di percaya sebagai makhluk halus sebangsa jin penghuni hutan belantara tersebut. Setelah KHA. Rasyid tuntas melakukan Riyadloh, beberapa waktu berikutnya barulah perintisan hutan di mulai yang ditemani oleh H.Usman, H.Abbas, H.Abd Aziz dan penduduk lainnya. Dari sinilah awal sejarah kampung Pedekik dimulai. Namun sayang hingga saat ini belum ada informasi yang pasti tahun berapa peristiwa tersebut terjadi. Sejarah Asal Usul Nama Desa Pedekik “Pedekik” merupakan satu kata yang cukup asing bila kita cermati lebih dalam. Apalagi bagi mereka yang baru pertama kali mendengar. Khususnya bagi orang atau masyarakat umum yang tinggal diluar Desa Pedekik. Jika kita cari kata “pedekik” ini dalam kamus bahasa manapun, mungkin tidak akan pernah ketemu. Karena memang secara etimologi kata Pedekik tidak memiliki arti. Sehingga muncul pertanyaan, Apa sebenarnya arti dari kata Pedekik? Dari mana kata ini berasal? Dari beberapa informasi yang berhasil kami himpun, ada dua versi asal-usul kata Pedekik yang kemudian menjadi nama Desa Pedekik. Yakni versi masa perintisan dan versi setelah perintisan. Periode Masa Perintisan Setelah KHA. Rasyid selesai melakukan Riyadloh dengan memanjatkan do’a – do’a kepada Allah SWT dan berhasil melakukan perintisan, semua masyarakatpun ikut merasa senang. Terutama mereka yang terjun langsung menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktunya dalam perintisan hutan. Khususnya KHA. Rasyid sekeluarga dan teman-temannya. Karena saking senangnya beliau dan masyarakat selalu mengungkapkan pernyataan : “Pendeke nek deweke bisa bae” (bahasa jawa ngapak) yang artinya : “Pokoknya kalau kita yang mengerjakan Insya Allah akan menjadi.” Mungkin maksud dari pernyataan beliau tersebut adalah kalau dikerjakan dengan keyakinan dan sungguh-sungguh, pasti akan berhasil. Selain itu mungkin sebagai jawaban tidak langsung atas respon pesimis yang pernah dilontarkankan oleh penduduk tempatan atas sikap apatisnya sewaktu diajak oleh KHA. Rasyid untuk merintis hutan. Menurut pendapat yang lain, Beliau juga pernah mengutarakan : “Pendeke sapa bae seng manggon neng kene, apik.” Yang maksudnya adalah : “Pokoknya siapa saja yang tinggal di daerah tersebut, akan mendapat kebaikan”. Karena keberhasilan ini juga, banyak masyarakat yang memuji atas keberanian dan kegigihan KHA. Rasyid. Khususnya orang-orang Jawa yang ikut membantu usahanya. Sehingga mereka selalu mengatakan : “Pendeke, Nek ora ana ‘Wong Tua’ kae, ya ora dadi kampung”. Dari kalimat-kalimat inilah kemudian dijadikan sebagai landasan pengambilan kesimpulan bahwa kata Pedekik berasal dari kata “Pendeke”, yang berarti “Pokoknya”. Hal ini dapat dibuktikan dengan kebiasaan masyarakat suku Jawa yang berada di Pulau Bengkalis hingga saat ini, jika mereka menyebut Desa Pedekik dengan sebutan ‘Pendekek’. Jadi, versi pertama berpendapat bahwa Desa Pedekik berasal dari kata Pendeke. Periode Pasca Perintisan Hari berganti Minggu, Minggu berganti Bulan, Bulan berganti Tahun, daerah yang tadinya berupa hutan yang mengerikan kini secara berangsur-angsur berubah menjadi lahan perkebunan dan tempat tinggal. Satu persatu masyarakat yang mempunyai lahan membangun rumah didaerah tersebut. Khususnya para pendatang etnis Jawa yang datang dari perantauan tadi. Sehingga lokasi tersebut kini banyak dihuni oleh penduduk suku Jawa. Satu persatu pula penduduk yang tinggal di Daerah sekitar hutan mulai membuka lahan untuk tempat tinggal dan bercocok tanam. Bahkan mereka yang tadinya tidak mau diajak untuk membuka hutan, kini mulai ikut ambil bagian. Tidak jarang pula bagi penduduk yang memiliki kamampuan dana, mancari orang sebagai buruh upahan untuk menebang dan menjadikan hutan sebagai lahan kebun miliknya. Rumah peninggalan H. Muh. Ihsan Tidak ketinggalan pula cina Kek yang memiliki kedai besar tadi juga mengupah orang menebang hutan agar hutan yang dibuka tadi menjadi lahan miliknya. Sehingga dengan adanya kerjasama seperti ini mereka merasa saling diuntungkan. Disatu sisi para pekerja tadi bisa mendapatkan upah untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti pakaian, makanan dan lain-lain. Disisi yang lain mereka yang mengupah orang juga bisa memiliki lahan perkebunan. Lama kelamaan masyarakat yang tinggal di daerah ini mulai ramai. Khususnya etnis Jawa yang banyak bertempat tinggal di bagian darat. Ada juga beberapa etnis tionghoa. Sementara etnis melayu banyak tinggal di bagian laut (hilir). Dekat dengan kedai cina Kek ini berada. Hingga akhirnya daerah yang tadinya terkesan angker kini menjadi sebuah perkampungan yang berada didalam wilayah desa Kelapapati. Kehidupan sosial kemasyarakatan pun berjalan normal penuh kedamaian dan ketenangan. Mata pencaharian penduduk di perkampungan baru ini umumnya bertani. Sedangkan tempat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari berpusat di kedai cina milik Kek tadi. Karena memang kedai Kek inilah satu-satunya kedai yang tergolong lengkap dan besar waktu itu. Sehingga masyarakat wilayah Kelapapati, Pangkalan Batang dan sekitarnya sering berbelanja ke kedai Kek. Hal ini juga sudah menjadi kebiasaan masyarakat di daerah perkampungan baru tadi, khususnya warga yang tinggal di bagian darat. Sehingga apabila masyarakat bagian laut yang mayoritas suku Melayu bertemu masyarakat bagian darat, selalu bertegur sapa dan bertanya : “Nak pergi kemane wak ?” tanya orang melayu. “Nak pergi pade Kek” Jawab orang Jawa bagian darat yang maksudnya mau pergi ke kedai tuan Kek. Sehingga dari kebiasaan tegur sapa itu muncul istilah “Pade Kek” yang kemudian berubah menjadi nama sebuah perkampungan. Namun, terlepas dari sejarah asal usul nama desa Pedekik, masyarakat hingga saat ini meyakini dan percaya bahwa KHA. Rasyid lah yang pertama kali membuka hutan menjadi perkampungan sehingga terbentuk desa Pedekik seperti sekarang ini. Sejarah Pembentukan Pemerintahan Desa Pedekik Seiring berjalannya waktu, lama-kelamaan perkampungan baru ini menjadi ramai dan semakin terkenal. Khususnya dengan keberadaan sosok KHA. Rasyid dan pewaris tunggalnya H. Muhammad Ihsan. Setelah KHA. Rasyid wafat, kharisma yang dimiliki oleh KHA. Rasyid masih melekat pada sosok sang anak. Bisa dikatakan ilmu agama dan ketokohan sang Ayah telah diwariskan kepadanya. Dengan demikian jika orang mendengar nama Pedekik waktu itu maka akan identik dan terkenang dengan tokoh yang bernama H. Muhammad Ihsan. Berita tentang kealiman dan ketokohan H. Muhammad Ihsan semakin mendapat simpati Masyarakat Pulau Bengkalis pada umumnya dan Desa Kelapapati khususnya. Selain karena budi pekertinya yang luhur dan jasanya terhadap perkembangan wilayah Desa Kelapapati, H. Muhammad Ihsan juga dikenal sebagai Ulama dan orang pintar. Banyak diantara masyarakat yang telah belajar ilmu agama kepadanya. Bahkan tidak sedikit yang datang sekedar untuk meminta bantuan jika terkena musibah, sakit atau masalah lainnya. Mesjid Sabilillah. Mesji tertua di Pedekik yang pernah di bakar Penjajah Belanda. Karena ketokohannya ini jugalah Beliau pernah dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Desa Kelapapati. Sehingga berita ketenarannya di Pulau Bengkalis semakin harum. Tidak hanya itu, Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Nahdlotul Ulama (NU) Bengkalis. Sehingga perkampungan yang masih berada dibawah wilayah kekuasaan Desa Kelapapati ini, tidak asing lagi di kalangan masyarakat Pulau Bengkalis. Bahkan tercatat ada dua tokoh perkampungan Pendekik ini yang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Kelapapati. Yakni periode sebelum tahun 1980. Beliau adalah H. Muhammad Ihsan dan H. Na’im. Pada perkembangan selanjutnya, setelah berjalan sekitar 60 tahun dari masa perintisan telah terjadi banyak perkembangan wilayah dan jumlah penduduk. Maka dari itu pada tahun 1980 wilayah perkampungan Pedekik melepaskan diri dari Desa Kelapapati menjadi desa baru di wilayah Pulau Bengkalis dengan nama “Desa Muda Pedekik”. Dan yang dipercaya sebagai Kepala Desa pertama nya adalah H. Maksum Ihsan yang juga masih berstatus keturunan KHA. Rasyid. Penutup Demikian sekelumit kisah mengenai sejarah terbentuknya pemerintahan desa dan asal usul nama Pedekik. Sejarah desa Pedekik ini kami rangkum dari berbagai sumber yang berhasil di himpun saat Lomba Karya Tulis tentang sejarah Desa Pedekik pada tahun 2013 yang diadakan oleh Pemerintah Desa Pedekik guna menggali nilai-nilai historis pendidikan, kebudayaan, adat-istiadat, peninggalan bersejarah dan cerita asal usul nama Pedekik itu sendiri.